Malangupdatenews99.com – Kota Malang, Kamis, Sore, Press konpres digelar di rumah kediaman pejuang hak dan kemerdekaan anak Kota Malang di Jl. Blitar 12, Agustinus Tedja Buwana, yang akrab dipanggil Ayah Tedjah. Panggilan akrab Ayah Tedja ini sudah banyak dikenal oleh para pejuang sosial, politisi, kalangan TNI/POLRI dan para tokoh agama serta tokoh masyarakat, yang mengenalnya sebagai pejuang hak dan kemerdekaan anak.
Beliau pejuang hak dan kemerdekaan anak yang gaungnya sudah sudah membahana di seantero negeri ini. Saat ini sedang memperjuangkan kemerdekaan anak dari traumatik perilaku saudaranya sendiri terkait rebutan hak waris dan hak gono-gini.
Ayah Tedja adalah ketua umum Jaringan Kemanusiaan Jawa Timur (JKJT), yang berkantor di jalan Blitar 12 Kota Malang yang ditemui oleh beberapa dari awak media yang berbeda termasuk updatenews99. (14/7/2022)
Pria baya tegap dan suaranya masih lantang ini berbicara dengan logat malangan yang sangat kental, pejuang kemerdekaan dan hak anak asal arema ini fokus untuk memperjuangkannya hingga sepenuhnya tuntas.
Hak dan kemerdekaan anak atas sebuah kehidupan yang layak serta perlindungan dari ancaman akibat perselisihan waris yang saat ini sedang terjadi di lingkungan keluarga NS harus benar-benar terselesaikan secara tuntas baik secara kekeluargaan dan sesuai dengan hukum yang berlaku.
Ayah Tedja menyebut bahwa dirinya sedang mendampingi keluarga yang mengalami masalah hukum. Masalah yang menurutnya berawal dari sebuah pernikahan kedua dan menghasilkan dua orang anak masih dibawah umur ketika sang ayah meninggal dengan meninggalkan hak waris yang menciptakan sengketa yang berdampak pada psikis anak menjadi traumatik sosial (social traumatic).
“Persoalan sengketa waris bermula dari Anak-anak istri pertama yang merasa sebagai ahli waris melakukan gugatan untuk menguasai seluruh harta yang dianggap milik ayahnya, walaupun tidak sepenuhnya benar,” ungkap Ayah Tedja.
Ayah Tedja menilai bahwa dalam kasus sengketa hak waris seperti ini selalu sering mengabaikan hak hidup anak atau hak kemerdekaan anak. Bahkan terjadi traumatik yang luar biasa terhadap anak bahkan sering terjadi social disorders termasuk perasaan tertekan akibat dari harus terus mengikuti proses persidangan.
“Hukum silahkan berjalan tetapi juga harus mempunyai prespektif perlindungan terhadap anak, bukan hanya pada sengketa waris dan perebutan harta. Tetapi harus lebih memandang kepentingan masa depan anak supaya lebih baik di kemudian hari dalam masa tumbuh kembangnya anak tersebut,” jelasnya.
Pihak kepolisian diharapkan meningkatkan profesionalitasnya baik dari pusat hingga jajaran tingkat bawahnya, termasuk kejaksaan, dan kehakiman jangan cuma melihat pada sengketa object warisnya tetapi juga perlu mempertimbangkan dampak dari sengketa waris terhadap nasib anak dari pihak yang bersengketa.” Ungkap Ayah Tedja.
“Bagaimanapun juga, anak is anak, walaupun anak dari sebuah pernikahan yang kedua, hak sebagai anak juga harus dilindungi, apalagi anak yang belum dewasa. Mereka masih kurang dari 17 tahun umurnya.” Tegasnya.
Sebagai pendamping dalam kasus sengketa ahli waris ini, Ayah Tedja juga berharap polisi bisa bersikap profesional. Pada kesempatan kali sore itu, beliau ingin menyampaikan bahwa dibalik masalah ini ada kasus perubahan dokumen yang sudah dilaporkan namun hingga 4 tahun ini belum ada progress yang berarti.
Ditempat yang sama, perempuan berinisial NS yang sedang didampingi oleh Ayah Tedja mengatakan bahwa kasus ini sudah berada tingkat kasasi serta mempunyai kekuatan hukum tetap.
NS menjelaskan dirinya saat ini diminta untuk keluar dari rumah bersama dengan dua orang anaknya oleh anak-anak dari istri yang pertama tanpa diperkenankan membawa satu barang pun. Oh. Kejam sekali. Dengan alasan semua harta milik mereka sebagai ahli waris dari anak-anaknya Hadi.
Dihadapan awak media dari beberapa media menyampaikan bahwa mereka saling bertemu setelah Hadi almarhum sudah bercerai sejak tahun 2000an, kemudian NS melangsungkan pernikahan secara sah dengan Hadi sesuai dengan hukum negara.
“Perlu saya jelaskan. Dalam pernikahan kami, 2 rumah pemberian orang tua saya telah diberikan kepada kami, yang satu atas nama suami saya dan yang satu atas nama saya sendiri.” cerita NS pada awak media.
“Artinya rumah yang atas nama suami saya itu adalah harta gono gini, gak bisa donk dengan seenaknya direbut begitu saja oleh mereka (anak-anak almarhum suaminya dari isteri pertama).
Dan saya juga mempunyai hak atas harta gono gini itu dan lagi saya juga punya akta kelahiran anak saya dari almarhum suami saya. Jika rumah saya akan diambil, tentu saja saya akan mempertahankan rumah saya serta hak atas anak-anak saya demi masa depan anak-anak saya.” Ungkap NS kepada kami dari beberapa awak media.
“Perlu sampean ketahui, kami ini punya 4 rumah dan 1 pabrik minyak goreng Milinium di kacuk Malang, mereka sudah ambil dan 2 rumah dari 4 rumah itu sudah mereka habiskan.
Yang 2 itu pemberian orang tua saya, yang satu atas nama suami saya dan satu atas nama saya sendiri di Jl. Dirgantara Sawojajar. 2 rumah ini juga yang akan mereka rebut, tentu saja tidak bisa begitu, saya dan anak saya punya hak harta gono gini itu.
Pabrik dan 2 rumah itu sudah dihabiskan oleh mereka bertiga (M, A dan L) dari anak isteri pertama Hadi almarhum. Masak 2 rumah yang di Jl. Dirgantara itu juga mau diminta? Saya minta keadilan donk mas!” tegas NS pada awak media yang mengikuti press konpres di kantor JKJT Jl. Blitar 12 Malang.
Bagaimanapun juga keadilan harus ada atas psikologi anak dan hak hak anak secara merdeka untuk memilikinya sesuai dengan UU No. 16 th. 2019 tentang perubahan atas UU No. 1 th 194 tentang perkawinan, bahwa anak-anak isteri kedua juga punya hak atas harta waris. (kdr)