Depkes RI dan PBNU Gelar Pelatihan “Penguatan Posyandu pada Program Cegah Stunting Pendekatan Agama” di Desa Giripurno, Kecamatan Bumiaji Batu

Depkes RI dan PBNU Gelar Pelatihan “Penguatan Posyandu pada Program Cegah Stunting Pendekatan Agama” di Desa Giripurno, Kecamatan Bumiaji Batu

Batu malangupdatenews99,- Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Depkes RI) bekerjasama dengan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) menggelar pelatihan bertajuk “Penguatan Posyandu pada Program Cegah Stunting Pendekatan Agama ( CSTPA )” di balai Desa Giripurno, Kecamatan Bumiaji, Batu, Rabu – Kamis ( 18 -19 Oktober 2023 ).

Kegiatan ini bertujuan untuk meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan di tingkat posyandu dengan memanfaatkan pendekatan agama sebagai salah satu strategi dalam pencegahan stunting.

Pelatihan yang dilaksanakan selama dua hari ini dihadiri 30 peserta dengan melibatkan beberapa stakeholder, antara lain Kepala Puskesmas, PKK, Kader Desa, Kader Posyandu, IPNU, IPPNU, Fatayat dan Muslimat NU.

Para peserta mendapatkan pengetahuan mendalam tentang penanganan kasus stunting, pentingnya gizi seimbang pada anak, serta metode pendekatan agama dalam memberikan edukasi kesehatan kepada masyarakat.

Ketua Tim Program Cegah Stunting Pendekatan Agama (CSPA), Marzuki Wahid menyampaikan pentingnya peran agama dalam memberikan pemahaman tentang gizi seimbang dan pola asuh yang baik kepada masyarakat. ditegaskan komitmen PBNU untuk terus mendukung program-program kesehatan yang dapat memberikan manfaat konkret bagi masyarakat, terutama dalam hal peningkatan kesehatan anak-anak.

Marzuki Wahid, mengungkapkan pemerintah Indonesia telah meluncurkan program percepatan penurunan stunting dengan target angka stunting turun hingga 14 persen pada tahun 2024.

Diungkapkan, berbagai upaya telah dilakukan untuk menurunkan angka stunting. Hasilnya, angka prevalensi stunting turun 9,2% dalam 4 tahun terakhir. Dari 30,2% pada 2018 (Riskesdas 2018) menjadi 21,6% pada tahun 2022 (SSGI 2022). Sebelumnya, prevalensi stunting 27,2% (SSGBI 2019) turun menjadi 24,4% (SSGI 2021), dan kondisi terakhir 21,6% pada tahun 2022 (SSGI 2022).

“ Angka ini masih lebih tinggi dibandingkan dengan standar WHO yang menetapkan angka stunting tidak boleh lebih dari 20%. Selain itu, untuk dapat mencapai target 14% pada tahun 2024, prevalensi stunting harus diturunkan sebesar 7,6% dalam 2 tahun atau 3,8% setiap tahunnya. Ini tentu saja menjadi tantangan tersendiri dalam percepatan penurunan stunting pada 2 tahun ke depan.” Tandas Marzuki.

Kementerian Kesehatan mencatat beberapa permasalahan terkait stunting, antara lain: terdapat 8,3 juta dari 12,1 juta remaja putri tidak mengonsumsi Tablet Tambah Darah (TTD) dan berisiko anemia; 2,8 juta dari 4,9 juta ibu hamil tidak periksa kehamilan minimal 6 kali; hanya 46.000 dari 300.000 Posyandu Aktif beroperasi; dan 6,5 juta dari 22 juta balita tidak dipantau tumbuh kembangnya.

Oleh karena itu melalui program CSPA ini bertujuan untuk mengatasi permasalahan stunting di Indonesia dengan memanfaatkan pendekatan agama sebagai salah satu instrumen penting.

“Pendekatan agama memiliki potensi besar dalam meningkatkan pemahaman masyarakat tentang gizi seimbang dan pola asuh yang benar,” kata Marzuki Wahid.

Program CSPA ini melibatkan berbagai pihak, termasuk Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, organisasi keagamaan, dan masyarakat luas. Marzuki Wahid menggarisbawahi pentingnya kolaborasi lintas sektor dalam mencapai tujuan ini.

“Kami bekerja sama dengan pemerintah, organisasi keagamaan, dan berbagai pihak terkait untuk memastikan program ini dapat mencapai dampak yang signifikan,” tambahnya.

Marzuki Wahid menekankan kesuksesan program ini akan diukur dengan penurunan angka stunting secara signifikan di seluruh Indonesia.

“Kami berkomitmen untuk memberikan upaya terbaik dalam menangani masalah stunting dan meningkatkan kualitas kesehatan anak-anak di negeri ini,” tegasnya.

Program percepatan penurunan stunting ini diharapkan tidak hanya akan memperbaiki kondisi kesehatan anak-anak, tetapi juga berdampak positif terhadap kualitas sumber daya manusia Indonesia secara keseluruhan. Melalui pendekatan agama, diharapkan masyarakat akan semakin sadar akan pentingnya asupan gizi yang seimbang untuk pertumbuhan dan perkembangan anak-anak.

Marzuki Wahid dan tim Program CSPA berkomitmen untuk terus mengawal dan memantau perkembangan program ini hingga mencapai target yang telah ditetapkan. Dengan kolaborasi yang kuat antara pemerintah dan berbagai pihak terkait, diharapkan Indonesia dapat mengatasi masalah stunting secara efektif dan meraih kemajuan signifikan dalam kesehatan anak-anak.

Ada 3 bentuk pelatihan paralel yaitu penguatan posyandu, pelatihan kader posyandu, dan pelatihan kader desa untuk penguatan keluarga. 3 pemateri di pelatihan penguatan Posyandu antara lain Muslihah dari LKK PBNU (Lembaga Kemaslahatan Keluarga PB Nahdlatul Ulama), Nurmey Nurulchaq S.Psi MA dari LKK PBNU dan Dr Syifa Mustika SpPD KGEH LKNU (Lembaga Kesehatan Nahdlatul Ulama).

Para peserta pelatihan antusias mengikuti berbagai sesi, termasuk diskusi kelompok dan simulasi kasus untuk memperdalam pemahaman mereka. Mereka juga mendapatkan materi mengenai pencegahan stunting melalui pendekatan agama dari para ahli gizi dan tenaga kesehatan terkemuka.

Dalam sesi diskusi salah satu peserta Rosidah Erawati Ketua LKKNU (Lembaga Kemaslahatan Keluarga NU) Kota Batu mengungkapkan salah satu penyebab terjadinya stunting adalah perkawinan anak dibawah umur, yakni pernikahan pasangan laki-laki dan perempuan dalam usia kurang dari 19 tahun, karena organ kesehatan reproduksinya belum sepenuhnya siap.

“Berdasarkan pengalaman, anak-anak dengan gangguan stunting tidak hanya terjadi di tengah keluarga sederhana, melainkan juga bisa terjadi di tengah keluarga yang berkecukupan/mampu. Hal ini mencerminkan, persoalan stunting bukan hanya isu ketidakmampuan, tetapi juga tentang minimnya awareness terhadap persoalan ini dan pola pengasuhan balita yang tidak tepat, ” papar Era.

Diharapkan, hasil dari pelatihan ini akan terlihat melalui peningkatan kualitas pelayanan kesehatan di tingkat posyandu dan penurunan angka stunting di Desa Giripurno serta wilayah Batu. Kerjasama antara Depkes RI dan PBNU  diharapkan dapat menjadi model bagi kolaborasi lainnya dalam upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat Indonesia melalui sektor kesehatan. ( Eno )