FGD Kebijakan Multiusaha Kehutanan Sebagai Aksi Mitigasi Perubahan Iklim

FGD Kebijakan Multiusaha Kehutanan Sebagai Aksi Mitigasi Perubahan Iklim

Malangupdatenews99- Administratur KPH Malang  Loesy Triana mengungkapkan KPH Malang memiliki kawasan hutan mangrove cukup luas yang berada di kawasan pesisir pantai selatan dalam kondisi terjaga kelestariannya berfungsi sebagai media penetral emisi CO2. Bahkan keberadaannya juga dimanfaatkan sebagai destinasi wisata KPH Malang.

“ KPH Malang juga memiliki hutan yang dikembangkan sebagai Agroforestri yang dikerjasamakan dengan masyarakat. Dengan demikian fungsi hutan selain sebagai penyanggah ekosistem juga penyerap emisi CO2 hutan dapat pula sebagai destinasi wisata dan kesejahteraan masyarakat “  Ungkap Loesy Triana dalam Diskusi Multi Usaha Kehutanan Mendukung Indonesia’s Folu Net Sink 2030 di KPH Malang, Jum’at ( 12/5/2023).

Focus Groups Discussion ( FGD ) sehari membahas upaya menghadapi dampak dari perubahan iklim global yang di akibatkan dari meningkatnya kadar Gas Karbon CO2 di udara efek dari pembakaran fosil oleh kendaraan bermotor dan kegiatan industri yang ada didunia, dampak dari rumah kaca atau lebih dikenal dengan Gas Rumah Kaca (GRK).

Berkembangnya kendaraan dan tekhnologi industri dan pembangunan rumah kaca menghasilkan gas emisi C02 yang tinggi yang tidak bisa lagi di serap oleh alam dengan sepenuhnya sedangkan yang mampu menyerap emisi gas karbon di udara adalah keberadaan hutan yang mampu menyerapnya terutama hutan gambut hutan mangrove hutan alam dan sebagainya.

Multiusaha kehutanan merupakan salah satu konsep pengelolaan lahan berbasis lanskap yang memiliki peranan dalam mendukung pencapaian Enhanced Nationally Determined Contributions (NDC) dan pemenuhan target Indonesia’s FOLU Net Sink 2030. Sebagai amanat Undang-Undang Cipta Kerja, multiusaha kehutanan dapat diterapkan oleh pemegang Perizinan Berusaha Pemanfaatan Hutan (PBPH) dalam rangka meningkatkan aktivitas bisnis perusahaan di dalam kawasan hutan. Indonesia’s FOLU Net Sink 2030 menekan emisi gas rumah kaca. Oleh karenanya keberadaan hutan lindung sebagai paru paru dunia perlu menjadi perhatian bersama

Ketua Bidang Satu, Indonesia’s Folu Net Sink 2030 Istanto menjelaskan  yang ingin dicapai melalui penurunan emisi GRK dari sektor kehutanan dan penggunaan lahan dengan kondisi dimana tingkat serapan sama atau lebih tinggi dari tingkat emisi. Upaya Indonesia untuk mencapai Indonesia’s FoLU Net Sink 2030 perlu diikuti dengan alokasi lahan yang selektif dan terkontrol untuk pembangunan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan yang adil dan merata bagi masyarakat Indonesia.

“ Sasaran yang ingin dicapai melalui implementasi Rencana Operasional Indonesia’s FOLU Net Sink 2030 adalah tercapainya tingkat emisi gas rumah kaca sebesar 140 juta ton CO2e pada tahun 2030, mendukung net zero emission sektor kehutanan dan guna memenuhi NDC yang menjadi kewajiban nasional Indonesia sebagai kontribusi bagi agenda perubahan iklim global, dengan memperhatikan visi Indonesia yang lebih ambisius dalam dokumen LTS-LCCR 2050” Ungkap Istanto.

“ keberadaan hutan yang memiliki serapan terhadap GRK seperti hutan mangrove hutan alam dan hutan gambut  adalah salah satu hutan yang memiliki multifungsi selain sebagai penyerap emisi CO2 juga juga bisa dimanfaatkan sebagai destinasi wisata dan juga memiliki nilai komersial yang dapat diperdagangkan sebagai penyerap karbon emisi dengan syarat dan ketentuan harus memiliki sertifikasi standard verifikasi dan legalitas sebagai penurun emisi karbon yang minimal berkategori silver yang tentunya dalam pelaksanaan pemanfaatan dan pengelolaan harus mendapatkan pendampingan dari tenaga ahli dibidangnya serta mengetahui standart pengukuran karbon,” Lanjut Istanto.

Melalui FDG menjadi pilar penting untuk mendukung tercapainya target NDC dan Indonesia’s FOLU Sink FOLU 2030 serta sebagai bagian dari aksi mitigasi perubahan iklim. Kegiatan pemanfaatan Jasa Lingkungan berupa penyerapan dan/atau penyimpanan karbon pada hutan lindung maupun hutan produksi merupakan salah satu kegiatan Multiusaha Kehutanan untuk peningkatan cadangan karbon.

Diharapkan FGD yang melibatkan akademisi, pakar/pemerhati kebijakan kehutanan, dunia bisnis dan masyarakat ini dapat meningkatkan pemahaman terkait multiusaha kehutanan secara berkelanjutan.( Buang Supeno )

.