Bondowoso malangupdatenews99 – Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak RI (Kemen PPPA) bersama Anggota DPR RI Komisi 8 Achmad Fadil Muzakki melakukan sosialisasi pencegahan dan pelayanan perlindungan khusus korban kekerasan terhadap Anak di Aula STAI Pesantren Syalafiyah Al-Ustmani, Kabupaten Bondowoso, Jawa Timur, Sabtu (24/9/2022).
Achmad Fadil Muza anggota DPR RI Komisi 8 menegaskan masih tingginya kasus kekerasan terhadap anak di lembaga pendidikan, sangat memerlukan sosialisasi pencegahan dan pelayanan perlindungan khusus korban kekerasan terhadap Anak.
” Diharapkan langkah sosialisasi ini dapat meningkatkan pemahaman dan kesadaran seluruh insan pendidikan terkait perlindungan anak dari segala bentuk kekerasan” ungkap Achmad Fadil Muza.
Dikatakan Fadil Muzakki, kasus kekerasan terhadap Anak, jangan sampai menimbulkan stigma negatif terhadap seluruh pesantren padahal hanya dilakukan salah satu oknum di pondok pesantren.
“Jangan biarkan stigma negatif terhadap pesantren berkembang di masyarakat karena kasus kekerasan terhadap Anak, karena itu pencegahan harus terus dilakukan agar kasus-kasus serupa tidak terulang lagi dan melindungi anak dari segala kekerasan di pesantren,” kata Fadil.
Asisten Deputi Pelayanan Anak Yang Memerlukan Perlindungan Khusus Anak (PAMPK) KemenPPPA, Robert Parlindungan Sitinjak menegaskan, kekerasan pada anak di Indonesia masih tinggi. Ia mengajak seluruh lapisan masyarakat melakukan upaya bersama untuk menurunkan kekerasan bagi anak, termasuk perempuan.
Disebutkan kekerasan itu meliputi kekerasan fisik, psikis, kejahatan seksual, penelantaran, eksploitasi ekonomi, penculikan dan perdagangan anak, pornografi, perlakuan salah dan penelantaran, berhadapan dengan hukum.
Disamping penyalahgunaan Naza (Narkotika, Psikotropika dan Zat adiktif), korban pornografi, penyandang disabilitas, korban stigmatisasi dari pelabelan terkait dengan kondisi orang tuanya.
Robert menyebutkan ada 15 kategori Anak yang memerlukan Perlindungan Khusus (AMPK), sesuai Pasal 59 ayat 2 UU No. 35 tahun 2014 tentang Perlindungan Anak.
” pelaku yang berusia anak melakukan tindak pidana, maka mendapat perlindungan dan penanganan hukum, khususnya Anak yang belum berusia 14 tahun hanya dikenai tindakan saja, sesuai Pasal 69 UU Nomor 11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA); dan Anak yang belum berusia 12 tahun diserahkan kembali kepada orangtua/ wali, atau ke LPKS (Lembaga Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial) Kementerian Sosial di pusat atau daerah paling lama 6 bulan (Pasal 21), termasuk penempatan ABH (Anak Berhadapan Hukum) di LPKS, atau LPAS (Lembaga Penempatan Anak Sementara) selama penanganan perkara, atau LPKA (Lembaga Pembinaan Khusus Anak) jika perkara sudah ada putusan Hakim yang tetap, ujarnya” Papar Asisten Deputi Pelayanan Anak Yang Memerlukan Perlindungan Khusus Anak (PAMPK) KemenPPPA.
Robert juga menegaskan, anak korban kekerasan yang memerlukan perlindungan khusus harus mendapatkan penanganan, perlindungan, dan rehabilitasi untuk pemulihan mental (healing), perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi, dengan memastikan pemenuhan hak Anak, antara lain pemenuhan hak pendidikannya, kesehatan, hak sipil, pemberdayaan ekonomi pelatihan keterampilan, dan lainnya.
“Ketika anak korban kekerasan tidak tertangani, tentu mengalami depresi, mengalami trauma yang berkepanjangan selama hidupnya, sehingga perlu dilaporkan ke pengaduan kontak center di Nomor 129, atau dapat kirim pesan ke Whatsapp 08-111-129-129 untuk dilakukan penanganan, perlindungan dan rehabilitasi terhadap korban dan menangkap terduga pelaku kekerasan agar tidak bebas berkeliaran mencari korban lainnya,” ujarnya.
Menurut data dari Survey Nasional Pengalaman Hidup Anak dan Remaja (SNPHAR) 2021 menunjukkan bahwa 4 dari 10 anak perempuan dan 3 dari 10 anak laki-laki berusia 13-17 tahun, pernah mengalami kekerasan dalam bentuk apapun di sepanjang hidupnya.
Selain itu, data dari Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (Simfoni PPA) periode Januari – September 2022 menunjukkan bahwa terdapat sekitar 11.104 anak yang menjadi korban kekerasan dan perlakuan salah lainnya. ( Eno )