KOTA MALANG, UPDATE NEWS99 – Pergantian tahun 2024 ke 2025 diKota Malang, para pelaku seni dan kebudayaan Malang mengekspresikan karya seni yang luar biasa. Selasa 31 Desember 2024
Dengan menceritakan MAHISACAMPAKA SANG ANGGHABAYA (Naga Kembar Kerajaan Tumapel) dimana alur ceritanya yaitu, tersebutlah dua orang pemuda dari Kerajaan Tumapel (Singhasari/ Malang Raya). Yang pertama, paling dikenal selama ini adalah Ronggowuni. Dia adalah Putra dari Anusapati. Dan Anusapati adalah Putra dari Tunggul Ametung dan Ken Dedes. Jadi, Ronggowuni adalah Cucu dari Tunggul Ametung dan Ken Dedes. Yang kedua, bernama Mahisa Campaka. Dia adalah Putra dari Mahisa Wong Atleng. Sedangkan Mahisa Wong Atleng adalah Putra dari Ken Arok dan Ken Dedes. Jadi, Mahisa Campaka adalah Cucu dari Ken Arok dan Ken Dedes.
Dua orang anak muda tersebut, Ronggowuni dan Mahisa Campaka, kelak akan menjadi Raja Bersama dari Kerajaan Singhasari Raya. Ronggowuni bergelar Wisnuwardhana, sedangkan Mahisa Campaka bergelar Sang Angghabaya. Pada masa pemerintahan Dua Raja ini, Kerajaan Tumapel menjadi Kerajaan Singhasari Raya. Dengan Semangat Juang: Cakrawarti Mandala Dwipantara. Arti Dwipantara ini, lebih luas dari Nusawantara. Dwipantara bisa dipandang sebagai gabungan wilayah Nusantara dan Asia saat ini.
Ronggowuni yang bergelar Wisnuwardhana, mendapatkan Tugas Utama untuk mengawal Tata Kelola Pemerintahan Dalam Negeri Kerajaan Tumapel/ Singhasari. Sedangkan Mahisa Campaka yang bergelar Sang Angghabaya, mendapatkan Tugas Utama untuk melakukan ekspansi wilayah luar negeri hingga mencakup kawasan Dwipantara (Nusantara & Asia). Inilah kenapa Ronggowuni lebih banyak dikenal didalam negeri Kerajaan Tumapel/ Singhasari. Sedangkan Mahisa Campaka, lebih banyak dikenal di luar negeri Kerajaan Tumapel/ Tumapel. Banyak arca-arca dan jejak-jejak Mahisa Campaka Sang Angghabaya, justru tersebar di negara-negara Asia saat ini.
Pada mulanya, setelah “Geger Geden” antara Tunggul Ametung dan Ken Arok, Tlatah Tumapel menyimpan Api Dalam Sekam. Dendam kesumat dipelihara dan disimpan rapat-rapat. Hingga Tohjaya membakarnya dengan bara perlawanan terhadap Mahisa Wong Atleng dan Anusapati. Tohjaya adalah Putra dari Ken Arok dan Ken Umang. Ken Umang adalah istri Ken Arok sebelum menikahi Ken Dedes. Setelah mengalahkan Mahisa Wong Atleng dan Anusapati, kemudian Tohjaya memburu Ronggowuni dan Mahisa Campaka. Karena terus dipanasi/ diprovokasi oleh Pranaraja. Yang memberikan peringatan bahwa Ronggowuni sebagai Cucu dari Tunggul Ametung dan Ken Dedes, suatu saat akan menuntut balas atas kematian ayahnya (Anusapati) yang dikalahkan oleh Tohjaya. Demikian juga Mahisa Campaka, yang merupakan Cucu dari Ken Arok dan Ken Dedes, suatu saat juga pasti menuntut balas atas kematian ayahnya (Mahisa Wong Atleng) yang dikalahkan oleh Tohjaya.
Karena bernasib sama, yaitu sama-sama diburu oleh Tohjaya, akhirnya Ronggowuni dan Mahisa Campaka justru bersatu padu menggalang kekuatan untuk melawan Tohjaya. Ronggowuni adalah Pasukan Jaranan Utama. Sedangkan Mahisa Campaka menghimpun Laskar Bantengan Hitam dan Panglima Bantengan Putih. Gabungan Pasukan Ronggowuni dan Mahisa Campaka, digambarkan dengan Formasi Naga Kembar Perkasa yang bersatu padu dalam medan pertempuran. Sedangkan Tohjaya digambarkan dengan Wayang Topeng. Medan pertempuran utama ditambahkan dengan Gabungan Seni Pencak Silat dan Laskar Pasukan Tombak. Semuanya terseret arus Pertempuran Kolosal yang sangat menentukan Masa Depan Kerajaan Tumapel/ Singhasari Raya.

Akhir dari Pertempuran Kolosal tersebut, Ronggowuni dan Mahisa Campaka berhasil meraih kemenangan. Meskipun berhasil mengalahkan Pasukan Tohjaya, namun Ronggowuni dan Mahisa Campaka tidak membunuh Tohjaya. Mereka berdua justru mengampuni Tohjaya. Dan sangat berharap Tohjaya bisa sadar diri, serta mau ikut membangun Kerajaan Singhasari Raya di masa depan. Akhirnya, disepakati bahwa Ronggowuni dan Mahisa Campaka, menjadi Dua Raja Kerajaan Singhasari Raya. Yang diibaratkan seperti Naga Kembar Dalam Satu Liang. Naga Kembar ini dimainkan dengan Peran Gerak Tari Leang Leong. Dalam penasbihan Dua Raja tersebut, Ronggowuni mendapatkan gelar sebagai Wisnuwardhana. Sedangkan Mahisa Campaka mendapatkan gelar sebagai Sang Angghabaya.
Ronggowuni dan Mahisa Campaka berhasil menjadi Dua Raja yang bisa saling melengkapi, memperkuat dan mempunyai visi utama: Cakrawarti Mandala Dwipantara. Sebuah visi untuk menyatukan kawasan Nusantara & Asia, di bawah Pemerintahan Kerajaan Singhasari Raya. Visi inilah yang sebenarnya mengilhami Gajah Mada untuk melakukan Amukti Palapa pada masa Pemerintahan Kerajaan Majapahit.
Ronggowuni dan Mahisa Campaka, telah memberikan teladan dalam diri semangat juang bagi para pemuda. Ketika pada usianya yang masih sangat muda, justru mengalami penderitaan yang luar biasa karena kedua orang tuanya dikalahkan oleh Tohjaya. Bahkan, Ronggowuni dan Mahisa Campaka terus diburu oleh Tohjaya dan Pranaraja. Meskipun demikian, Ronggowuni dan Mahisa Campaka, sebagai dua orang pemuda yang bernasib sama-sama menderita dan diburu-buru, tidak patah semangat. Tidak mau menyerah. Justru terus berjuang menyatukan kekuatan. Bersatu padu. Hingga mampu meraih kemenangan dan menjadi Dua Raja Kembar Kerajaan Singhasari Raya. Yang lebih luar biasa lagi, ternyata Ronggowuni dan Mahisa Campaka, tidak mau membalas dendam dengan membunuh Tohjaya. Budi pekerti Ronggowuni dan Mahisa Campaka sungguh sangat luar biasa luhur. Mampu mengampuni orang yang telah membunuh kedua orang tuanya.
Ronggowuni dan Mahisa Campaka, sangat jelas mencintai serta menjaga tanah leluhurnya. Tidak mau meneruskan bara api dendam di Kerajaan Tumapel. Justru mampu menguburkan semua dendam kesumat yang ada. Mengubahnya menjadi energi dan semangat juang untuk mewujudkan: Cakrawarti Mandala Dwipantara. Menyatukan Nusantara dan Asia!
Kisah ini akan dipentaskan dalam Perhelatan Sendratari Bersejarah MAHISACAMPAKA SANG ANGGHABAYA. Yang digelar pada hari Selasa, tanggal 31 Desember 2024, di GOR Ken Arok Kota Malang. Yang membawa Lima Unsur Utama Seni Pertunjukan Rakyat Malang Raya, yaitu: Bantengan, Jaranan, Wayang Topeng, Pencak Silat dan Leang Leong. Melibatkan 157 Orang Seniman Atraksi Tradisional. Mulai dari yang berumur 4 tahun hingga 71 tahun. Yang terbanyak adalah Para Pemuda (15 – 25 Tahun).
Wahyu Eko Setiawan/ Sam WES selaku
Produser Seni Pertunjukan Rakyat
“Mari kita menjadi bagian dari Sejarah Seni Pertunjukan Rakyat Malang Raya. Sambil merayakan tahun baru 2025. Dengan harapan, semoga pada tahun 2025 nanti, kita semuanya mampu menyerap dan mengaplikasikan semangat juang: Cakrawarti Mandala Dwipantara” tuturnya. (Diky/Ded)






